PERINGATAN PENGHIANATAN G30 S/PKI TAHUN 2021 - PRAMUKA UPR

[PERINGATAN G30 S/PKI]
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Syalom, Om Swasiatsu, Namo budaya, Salam Kebajikan.
Salam Pramuka!!!

Segenap Keluarga besar Gugus Depan 19-20 Tunjung Nyaho Universitas Palangka Raya.
MEMPERINGATI HARI PENGHIANATAN GERAKAN 30 SEPTEMBER/ PKI
30 September1965-30 September 2021
________________________________
Kunjungi Linimasa UKM Pramuka UPR
________________________________
Alamat : Jl. Hendrik Timang, Sanggar Pramuka
Website : https://linktr.ee/pramukaupr
E-mail : pramuka1920upr@gmail.com
_________________________________
Narahubung : Nanda (0858-2180-5719)
.
.
.
@kemahasiswaan_upr
@dkdkalteng 
@kwardakalteng 
@pramukahitsindonesia
@igpramuka_indonesia 
@pramukaupdate @pramukagantengcantik @pramuka.cantik @pramukakeren @infopramuka @gerakanpramuka @memori.pramuka
.
#30september
#g30spki
#g30spki1965
#g30spki
#harikonstitusirepublikindonesia
#pramukahitsindonesia 
#pramukaindonesia 
#galeripramukaindonesia 

MENGENANG SEJARAH KELAM G30 S/PKI

Gerakan 30 September (atau sering disingkat G30S/PKI), Gestapu (Gerakan 30 September), atau Gestok (Gerakan 1 Oktober), merupakan peristiwa pemberontakan dengan penculikan para perwira militer Indonesia yang dilakukan pada tanggal 30 sampai tanggal 1 Oktober tahun 1965. Peristiwa ini dituduhkan kepada Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai dalang di baliknya, dengan tujuan untuk mengkudeta dan merubah dasar negara Indonesia yaitu pancasila, menjadi komunis.

Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah suatau partai yang berlandaskan paham komunisme sebagai dasarnya, di mana PKI ini sendiri merupakan partai komunis terbesar di luar Tiongkok dan Uni Soviet. PKI di Indonesia sampai pada tahun 1965 mempunyai anggota sekitar 3.5 juta, dan ditambah 3 juta dari pergerakan pemudanya. Selain dari itu, PKI juga mengontrol pergerakan serikat buruh yang mempunyai anggota sekitar 3.5 juta anggota , serta pergerakan para petani anggota Barisan Tani Indonesia yang berjumlah 9 juta anggota. Di dalamnya termasuk Gerwani (Pergerakan Wanita), organisasi penulis dan artis serta pergerakan sarjananya. Jika diakumulasikan, jumlah total anggota PKI akan lebih dari 20 juta anggota dan pendukung. Bahkan pada pemilu pertama yang diadakan pada tahun 1955, PKI masuk ke dalam empat besar perolehan suara terbanya dengan 6.179.914 jumlah suara, dengan persentase 16,36%. Jumlah itu hanya di bawah Partai Nasional Indonesia (PNI) dengan persentase 22,32%, Masyumi dengan persentase 20,92%, dan Nahdlatul Ulama (NU) dengan persentase 18,41%. Serta berada di atas Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), Partai Kristen Indonesia (Parkindo), dan masih banyak partai-partai lain di bawahnya.

Cita-cita untuk mendirikan negara Indonesia dengan berlandaskan komunis mendorong terjadinya peristiwa G30S/PKI ini. Dengan kondisi politik, sosial, dan ekonomi Indonesia yang lemah pada saat itu, tentunya memberi angin segar kepada PKI guna meluaskan pengaruhnya. PKI menebar janji-janji kepada masyarakat kecil, bahwasannya mereka nanti akan mendapatkan kesejahteraan yang lebih. Karena pengetahuan tentang arti komunis yang rendah, masyarakat kecilpun mudah terbujuk dan terpengaruhi oleh PKI. Pengaruh PKI ini juga menyebar di berbagai kalangan, tidak terkecuali di kalangan politik. Pada kondisi politil saat itu, apabila ada organisasi yang anti-komunis, maka mereka dianggap anti pemerintah. Sehingga PKI bisa dengan mudah menyingkirkan musuk politiknya. Di dalam politik, PKI memiliki kedudukan yang setara dengan angkatan darat, sehingga PKI menganggap bahwa angkatan darat merupakan penghalang utama dalam mewujudkan cita-citanya membentuk negara komunis. Atas dasar itulah peristiwa G30S/PKI terjadi.

Peristiwa G30S/PKI dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung, Komandan Batalion I Resimen Cakrabirawa, yaitu pasukan pengawal presiden. Gerakan yang bertujuan untuk merebut kekuasaan pemerintah yang sah ini diawali dengan penculikan dan pembunuhan terhadap jendral-jendral TNI-AD yang dianggap anti PKI. Gerakan ini dimulai pada dini hari, tanggal 1 Oktober 1965 dengan menculik dan membunuh 6 perwira tinggi dan seorang perwira muda angkatan darat. Para perwira tersebut diculik dan kemudian dibunuh di Desa Lubang Buaya, sebelah selatan Pangkalan Udara Halim Perdana Kusuma oleh anggota-anggota pemuda rakyat Gerwani dan Ormas PKI yang lain.

Keenam perwira tinggi korban G30S/PKI yang dibunuh adalah Letjen Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi), Mayjen Raden Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD bidang Administrasi), Mayjen Tirtodarmo Haryono (Deputi II Menteri/Panglima AD bidang Administrasi), Mayjen Siswondo Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD bidang Intelijen), Brigjen Donald Isaac Panjaitan (Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang Logistik), dan Brigjen Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat).

Sementara itu Jendral TNI Abdul Harris Nasution yang menjadi sasaran utama, selamat dari upaya pembunuhan tersebut. Justru putrinya yaitu Ade Irma Suryani meninggal setelah terkena tembakan ketika berusaha melumpuhkan Jendral A. H. Nasution di kediamannya. Selain itu Lettu CZI Pierre Andreas Tendean ditangkap dan kemudian dibunuh karena sebelumnya mengaku sebagai Jendral A. H. Nasution.

Pada tanggal 1 Oktober 1965 sore hari di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, Kolonel Katamso (Komandan Korem 072/Yogyakarta) dan Letnan Kolonel Sugiyono (Kepala Staf Korem 072/Yogyakarta) diculik oleh PKI. Keduanya dibunuh karena menolak berhubungan dengan dewan revolusi (dewan bentukan PKI).

Peristiwa G30S/PKI merupakan salah satu sejarah kelam bangsa Indonesia. Enam jenderal dan beberapa tentara Indonesia menjadi korbal kebrutalan PKI. Tak ada dalam cerita Mahabarata atau bahkan sejarah dunia. Dan hanya ada di sejarah bangsa Indonesia. Dengan peristiwa G30S/PKI ini, para korban diberi gelar sebagai “Pahlawan Revolusi” oleh pemerintah Republik Indonesia.

Pasca kejadian peristiwa G30S/PKI rakyat menuntut Presiden Soekarno untuk membubarkan PKI. Soekarno kemudian memerintahkan Mayor Jenderal Soeharto untuk membersihkan semua unsur pemerintahan dari pengaruh PKI. Mayjen Soeharto bergerak dengan cepat, dan PKI dinyatakan sebagai penggerak kudeta serta para tokoh-tokohnya diburu dan ditangkap, termasuk DN Aidit yang sempat kabur ke Jawa Tengah tetapi kemudian berhasil ditangkap.

Berbagai organisasi masyarakat serta TNI memburu dan memberantas organisasi-organisasi yang dianggap simpatisan atau terkait dengan PKI juga ditangkap. Organisasi-organisasi tersebut antara lain adalah Lekra, CGMI, Pemuda Rakyat, Barisan Tani Indonesia, Gerakan Wanita Indonesia, dan lain-lain. Para ormas juga menghancurkan markas PKI yang ada di berbagai daerah. Mereka juga menyerang lembaga, toko, kantor, dan universitas yang dituding terkait PKI.

Sejarah kelam juga tercermin pada situasi penumpasan PKI ini. Dimana menurut LSM, 500.000 sampai dengan satu juta masyarakat dieksekusi mati karena dianggap sebagai anggota dan simpatisan PKI. Masalahnya adalah ketiadaan proses sidang bagi para terdakwa anggota atau simpatisan PKI, jadi sangat mungkin bahkan orang-orang yang tak bersalah turut menjadi korban pemberantasan PKI tersebut. Sedangkan ratusan ribu orang lainnya juga diasingkan di kamp kensentrasi.

Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, peristiwa G30S/PKI selalu diperingati setiap tanggal 30 September. Selain itu, pada tanggal 1 Oktober juga diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Sementara itu, untuk mengenang jasa ketujuh Pahlawan Revolusi yang gugur dalam peristiwa ini, Presiden Soeharto juga menggagas dibangunnya Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya, Jakarta Timur.

Pada tahun 1984, film dokudrama propaganda tentang peristiwa ini yang berjudul Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI dirilis. Film ini diproduksi oleh Pusat Produksi Film Negara yang saat itu dimpimpin Brigjen G. Dwipayana yang juga staf kepresidenan Soeharto dan menelan biaya Rp 800 juta. Mengingat latar belakang produksinya, banyak yang menduga bahwa film tersebut ditujukan sebagai propaganda politik. Apalagi di era Presiden Soeharto, film tersebut menjadi tontonan wajib anak sekolah yang selalu ditayangkan di TVRI tiap tanggal 30 September malam.

Sejak Presiden Soeharto lengser pada tahun 1998, film garapan Arifin C. Noer tersebut berhenti ditayangkan oleh TVRI. Hal ini terjadi setelah desakan masyarakat yang menganggap film tersebut tidak sesuai dengan kejadian sebenarnya. (vmp/erd). Namun selang beberapa waktu film tersebut ditayangkan kembali, namun dengan beberapa adegan yang disensor ataupun dipotong.

Adanya film tersebut juga menanamkan stigma kepada masyarakat tentang betapa kejamnya pemberontakan yang dilakukan PKI pada masa itu. Tentu kita tak pernah tau fakta yang sesungguhnya terjadi, karena banyak versi-versi yang menceritakan tentang peristiwa tersebut. Hanya saja dengan adanya sejarah pemperontakan tersebut menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang melarang segala hal tentang komunis, karena banyak juga yang meyakini bahwa komunis bisa saja bangkit kembali di negara ini.

Tapi kenapa dalam persoalan G30S, Negara tiba-tiba jadi sensitif? 32 tahun hidup di alam Demokrasi Artifisial-nya Soeharto rupanya telah mengubah cara berpikir banyak orang, dan memberikan banyak paranoid dan phobia, mulai dari Islamophobia, sampai Communisthophobia. Ini adalah hal yang kita benahi sebagai bangsa (kompasiana).

 

Referensi Sumber :

https://news.detik.com/berita/d-4726786/seputar-g30spki-peristiwa-penting-dalam-sejarah-indonesia

https://www.kompas.com/tren/read/2019/09/30/115440065/seputar-g30s-pki-1-sejarah-yang-kita-kenal-fakta-atau-rekayasa?page=all

https://m.liputan6.com/news/read/4076496/top-3-news-cerita-sukitman-saksi-hidup-yang-selamat-dari-lubang-buaya-g30s-pki

https://www.kompasiana.com/mahardhika.zifana/5517f577a333118107b6617d/g30s-atau-g30s-pki-pembelajaran-berpikir-kritis-untuk-bangsa

https://tirto.id/nama-7-pahlawan-revolusi-dalam-gerakan-30-september-g30s-1965-f5jo

>>> TERIMA KASIH, SALAM PRAMUKA!!! <<<

Komentar

Postingan Populer